AWAK MEDIA TERIMA PENYULUHAN BAHASA INDONESIA

Balai Bahasa Kalimantan Tengah menggelar penyuluhan Bahasa Indonesia kepada awak media di wilayah setempat. Kegiatan tersebut berlangsung di Fovere Hotel Palangka Raya mulai 7 sampai dengan 9 Februari 2017.

Kepala Balai Bahasa Kalteng Haruddin M.Hum dalam sambutannya mengatakan semua sudah mahir bahasa Indonesia, tapi tingkat kemahiran seseorang dapat dilihat dari tulisan yang dilempar ke masyarakat.

“Kalangan awak media mungkin menilai sudah baik dan benar dalam penulisan, sedangkan kalangan ahli bahasa menilai masih dalam kategori baik, tapi belum benar. Banyak yang terpeleset karena kebiasaan sehingga lupa akan kaidah bahasa,” katanya.

Haruddin menyatakan, pihaknya mengundang awak media, mahasiswa jurusan bahasa Indonesia, dan organisasi perangkat daerah yang berkaitan dengan media massa untuk mengingatkan kembali kaidah kebahasaan, baik dalam penulisan maupun penuturan.

Kepala Balai Bahasa Kalteng ini menilai penyuluhan bahasa Indonesia merupakan kegiatan yang penting bagi awak media dan konseptor surat resmi, karena kerjaan keduanya menjadi acuan masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia.

“Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu dari 750 bahasa daerah di Indonesia. Tidak ada masyarakat yang menentang. Mari jaga, pelihara dan junjung bahasa persatuan. Sadarkan bangsa melalui tulisan pemberitaan maupun surat yang benar,” katanya.

Ketua PWI Kalteng H Sutransyah mengatakan penyuluhan bahasa Indonesia sangat penting bagi awak media, karena penguasaan bahasa Indonesia yang benar merupakan senjata terbaik wartawan dalam menghasilkan karya berkualitas.

Bahasa Indonesia, kata Sutransyah, terus berkembang seiring perkembangan teknologi dan pengaruh dari luar. Penyuluhan ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan awak media sehingga dapat menutupi kelemahan dan kekurangan yang sudah ada selama ini.

“Peserta kegiatan ini harus bisa menyerap semaksimal mungkin materi yang diberikan nara sumber. Dan saya berharap, kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia bagi awak media dapat ditingkatkan lagi. Bukan hanya dari segi kuantitas, tapi juga kualitasnya,” pungkasnya.(004/dapos)

PENYAIR ATAU PEMUISI?

Suatu sebutan biasanya menunjukkan sesuatu yang acapkali dikerjakan atau dilakukan seseorang. Dengan kata lain, orang yang menggeluti sesuatu biasanya mendapat julukan sesuai dengan bidang apa yang digelutinya tersebut. Orang yang pekerjaannya bertani disebut petani. Orang yang memberikan ceramah disebut penceramah. Orang yang menekuni bisnis disebut pebisnis. Begitu pula dengan orang yang mata pencariannya menghibur orang lain lewat lawakan disebut pelawak.

Bagaimana dengan orang yang suka menulis atau mencipta puisi? Memang selama ini orang yang kerjanya membuat puisi disebut penyair. Akan tetapi, pemberian sebutan itu sebenarnya kurang – jika tidak ingin dikatakan tidak tepat. Mengapa kurang tepat? Jawabannya sederhana saja, yaitu puisi lebih besar cakupannya disbanding dengan syair. Puisi mencakup puisi lama (puisi terikat) dan puisi baru (puisi bebas), sedangkan syair hanyalah salah satu jenis puisi lama yang terdiri atas empat baris sebait dan bersajak rata aaaa. Singkat kata, syair hanyalah bagian kecil dari keluarga besar puisi. Dengan demikian, tidaklah dapat dipersamakan antara syair dengan puisi.

Lalu, ungkapan atau sebutan apa yang lebih tepat diberikan kepada orang yang suka membuat puisi. Ada dua sebutan yang pas atau cocok diberikan untuk orang yang kerjanya membuat puisi, yaitu (1) pemuisi dan (2) puisiman. Sebutan yang pertama dibentuk dari kata dasar puisi ditambah dengan awalan pe- dan sebutan yang kedua dibentuk dari kata dasar puisi ditambah dengan akhiran -man. Untuk lebih jelas, proses pembentukannya dapat digambarkan sebagai berikut.

  • puisi + pe- → pemuisi
  • puisi + -man → puisiman

Perlu dijelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia awalan pe- dan akhiran -man mempunyai fungsi yang sama, yakni membentuk kata benda. Di samping itu, awalan pe-  dan akhiran -man juga mengandung arti yang sama, yaitu ’orang yang biasa/pekerjaannya/ gemar melakukan tindakan yang tersebut pada bentuk dasar’. Dipilihnya akhiran -man (bukan akhiran yang lain) dimaksudkan untuk menambah keproduktifan akhiran -man itu sendiri. Selama ini akhiran -man hanya bisa melekat pada kata budi dan seni, membentuk budiman dan seniman.

*) ANHARUDDIN HUTASUHUT

Balai Bahasa : 37 Ragam Bahasa Dayak Kalteng Masih Eksis

KBRN, Palangkaraya : Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah menemukan setidaknya 37 ragam bahasa Dayak di Provinsi Oloh Itah. Ragam bahasa ini belum termasuk bahasa yang dibawa oleh kaum pendatang dari luar Kalteng seperti bahsa serapan Banjar, Jawa, Sunda, Batak dan sebagainya.

Demikian disampaikan salah seorang peneliti Balai Bahasa Kalteng, Basori kepada RRI belum lama ini terkait perkembangan bahasa suku Dayak Kalimantan Tengah . Peneliti bahasa ini menjelaskan bahasa merupakan identitas pertama yang melekat pada setiap suku terutama suku Dayak. Ragam bahasa Dayak juga dinilai memiliki  keunikan dan ciri khas yang mencolok dari daerah lain bahkan suku Dayak yang ada di Kalteng.

Berdasarkan penelitian Balai Bahasa hingga kini telah ditemukan kurang lebih 37 bahasa dari beragam suku Dayak di Kalimantan Tengah. Pihaknya menemukan beragam ragam bahasa yang mirip dan memiliki keserupaan. Dalam penelitian ini, Balai bahasa mencoba mengkategorikan ragam bahasa dari hasil  memisahkan 37 persen lebih perbedaan. Kurang dari itu, Balai Bahasa memasukkan ragam bahsa tersebut ke dalam satu rumpun. Walau demikian, hingga kini penelitian tersebut belum dinyatakan berakhir. Masih banyak wilayah pedalaman termasuk di area hulu yang belum dijajaki untuk diteliti lebih jauh.

“Jumlah itu nantinya akan berkembang sesuai dengan penjajakan yang terus  dilakukan”, jelasnya.

Seperti diketahui hingga kini Balai Bahasa mencoba melestarikan produk budaya dan kesenian suku Dayak Kalteng kepada generasi penerus. Balai Bahasa menggiatkan sejumlah program untuk mendata dan menelaah kembali bahsa yang pernah ada, punah  serta yang  masih bertahan di Bumi Oloh Itah. Diharapkan melalaui pendataan dan dokumentasi ini selmua pihak semakin mengerti kahasanah dan luasnya kekayaan adat istiadat dan budaya Dayak. Dengan demikian para penerus dapat lebih mencintai dan menjunjung tinggi budaya nenek moyangnya di masa depannya nanti. (NATA)

Balai Bahasa akan Suluh Dinas dan Biro Pembuat Reklame

BORNEONEWS, Palangka Raya – Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah akan memberi penyuluhan Bahasa Indonesia terhadap Dinas dan Biro Pembuat Reklame. Hal ini diungkapkan Basori, Tenaga Penyuluh pada Balai Bahasa Kalimantan Tengah saat menjadi pembicara dalam Kegiatan Penyuluhan Bahasa Indonesia bagi awak media se-Provinsi Kalimantan Tengah di Hotel Fovere Palangka Raya, Kamis (9/3/2017).

Ia melanjutkan usai penyuluhan kepada media sejak 7-9 Maret 2017 ink pihaknya akan memberi pelatihan kepada dinas yang mengurusi dan mengeluarkan perijinan reklame serta biro pembuat reklame itu sendiri.

“Kita memang tidak boleh lelah untuk berusaha untuk mengampanyekan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kadang lelah juga kok susah sekali tapi kembali lagi, inilah pekerjaan kita,” jelasnya. (TESTI PRISCILLA/B-8)

Menulis bukanlah persoalan yang mudah. Kita harus bisa menampilkan informasi secara wajar, segar, dan enak di-baca. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan untuk membuat indah dan komunikatifnya sevuag tullisan, di antaranya penggunaan sinonim kata yang bervariasi, pilihan kata atau diksi yang berdasarkan acuan makna majasi. Karenanya, tidak mudah bagi penulis pemula maupun kebanyakan jurnalis untuk mengembangkan pengetahuan bahasanya dan memperluas kosa kata bahasa yang diketahuinya.

Gorys Keraf (2003) mengatakan, majas atau gaya bahasa merupakan bahasa kias, bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan cara memperkenalkan atau membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.

Penggunaan majas tertentu dapat mengubah serta me-nimbulkan konotasi tertentu pula atau tautan pikiran lain. Tak heran, majas terbukti mampu mengimbau indera pembaca karena lebih konkret dan dan dapat menghidupkan tulisan.

Keraf membagi tiga jenis majas yang terpenting, yakni (1) majas perbandingan, mencakup perumpaan, kiasan (metafora), dan penginsanan (personifikasi); (2) majas pertentangan, yakni hiperbol, litotes, dan ironi; (3) majas pertautan, mencakupi metonomia, sinekdoke, kilatan (alusi), dan eufemisme.Yusrita Yanti menyebutkan, pilihan kata yang ditulis seseorang sangat erat hubungannya dengan makna. Makna satu kata atau ungkapan dapat mengacu pada makna harfiah (denotasi) dan konotasi (makna majasi). Karena itu ia berpendapat, diksi seseorang di dalam berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, mempunyai daya tarik tersendiri dan dapat menentu-kan efektif tidaknya sebuah komunikasi. Cara seperti ini, menurutnya, merupakan suatu usaha untuk mengem-bangkan daya imajinasi dan daya kreativitas berbahasa. Biasanya, diksi yang dikembangkan melalui acuan makna tersebut akan menciptakan suatu tekstur dan pesona tersendiri dalam suatu tulisan.

 

  1. Personifikasi

Daya tarik penggunaan majas personifikasi dalam me-nyampaikan informasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya cukup marak digunakan kalangan media karena memberikan nilai rasa tersendiri. Lihatlah contoh berikut.

  1. Gabungan delapan parpol mencalonkan Abdillah,…PKS mengelus Maulana Pohan …
  2. Gabungan delapan parpol mencalonkan Abdillah,…PKS mencalonkan/mengusulkan Maulana Pohan …
  3. Provinsi beranak-pinak, kabupaten dan kota beranak cucu, semua mekar bertambah jumlahnya.
  4. Tanpa memedulikan protes dunia, Amerika Serikat (AS) kemarin mulai menghajar Irak, AS menutup telinganya.
  5. … dunia kembali melupakan kelakuan AS yang telah sewenang-wenang terhadap Irak.
  6. Inilah anak desa yang menapak karier jauh dari bawah, kemudian menaklukkan Bahkan ‘meruntuhkan’ langit hiburan nasional.
  7. Goyang Inul Daratista berhasil mengguncang panggung hiburan Indonesia.
  8. Rhoma dinilai telah memasung hak berekspresi.
  9. Uang telah merasuki tidak saja saku anggota DPRD, tetapi jiwa dan raga amereka.

Contoh lain :

Pada contoh a) terlihat pemakaian majas perbandingan penginsanan (personifikasi). Artinya, majas melekatkan sifat-sifat insani terhadap barang yang tidak bernyawa atau ide yang abstrak. Di situ dikatakan, PKS dapat mengelus Maulana Pohan. PKS dianggap mempunyai sifat yang sama dengan makhluk hidup sehingga bisa mengelus. Bandingkan dengan b) bila verba mengelus diganti dengan mencalonkan atau mengusulkan, nilai dua kalimat itu akan berbeda. Begitu juga contoh (c), pemakaian majas personifikasi terasa menghidupkan kalimat, bandingkan bila frasa “beranak pinak” diganti dengan “berkembang”, lalu “beranak cucu” diganti dengan “bertambah” sehingga kalimat itu terasa hambar dan kurang hidup.

 

  1. Metafora

Pada contoh berikut terdapat pemakaian ban utama dan ban serep yang merupakan majas perbandingan kiasan (metafora), yaitu perbandingan yang implisit. Sifat yang ada pada “ban utama” sebagai penggerak mobil mengacu kepada Presiden yang menjalankan pemerintahan, sedangkan “ban serep” sebagai ban cadangan untuk menggantikan ban utama bila sedang rusak. Ban serap ini mengacu kepada Wakil Presiden yang bertugas mewakili Presiden bila berhalangan. Di dalam contoh kalimat ini juga terselip dialek Betawi ogah dan serep yang merupakan kosa kata tidak standar. Tengoklah :

Semua menjadi ban utama dan ogah menjadi ban serep.

Juga lihatlah judul berita yang berikut.

→ b. Tiada yang agung yang tidakpun jadi.

→ c. Tiada yang agung yang hinapun jadi.

→ b. Cepat dingin.

→ b. Presiden S-1.

→ b. Tarian Inul dan Demokrasi.

Dari contoh-contoh tersebut (1a-4a) terlihat penggunaan kata perbandingan “emas dan loyang”. Secara metaforis, kata emas mengacu kepada sesuatu yang murni, agung, luhur, dan mulia, sedangkan loyang sebaliknya.

Frasa “hangat-hangat tahi ayam”, sesuatu yang dikiaskan cepat dingin atai tidak bertahan lama. Judul ini mengkritisi pemerintah yang menangani permasalahn yang tidak pernah tuntas, mula-mula bersemangat kemudian diam tanpa terlihat hasilnya. Lalu, frasa “Presiden dan es lilin”, mengacu kepada pendidikan Presiden yang diusulkan minimal S-1, angka satu disimbolkan es lilin.

Sedangkan “goyang Inul dan demokrasi”, pilihan kata “goyang” alih-alih “tari” lebih mempunyai nilai rasa apalagi ditambah penggunaannama Inul, seorang artis dangdut yang terkenal dengan goyang “ngebor”-nya. Pilihan kata tersebut akan berbeda nilai rasanya bila contoh tersebut diubah seperti yang tampak pada (1b-4b).

 

  1. Hiperbola

Keunikan bahasa jurnalistik juga bias terlihat dari penggunaan majas hiperbola. Yang dimaksud hiperbola ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran maupun sifatnya.

Perhatikan contoh berikut, kata atau verba ‘menaklukkan’, ‘meruntuhkan’, dan ‘mengguncang’.

 

  1. Denotasi dan Konotasi

Dalam kalimat jurnalistik, pilihan kata sangat berperan menentukan komunikatif tidaknya suatu pesan yang akan disampaikan. Untuk itu, Hamilton sebagaimana dikutip Yusrita menyarankan agar menggunakan kata-kata secara tepat, akurat, dan jelas dengan memperhatikan makna denotasi dan konotasi.

Perhatikan beberapa kata berikut yang punya makna denotasi yang sama, tapi punya makna konotasi yang berbeda.

National leader ‘pemimpin nasional’ berkonotasi positif. (+).

Political ‘politikus’ berkonotasi negatif (-).

Pada contoh tersebut, kata ‘pemimpin nasional’ berkonotasi positif sedangkan ‘politikus’ berkonotasi negative karena orang beranggapan yang berbau politik dapat menggunakan segala cara yang terkadang cara itu merugikan.

Kalimat berikut juga berkonotasi (-).

→ b. Rhoma dinilai telah melarang/menahan/ menghambat hak berekspresi.

Menurut KBBI, verba “memasung” berarti membe-lenggu seseorang dengan pasung, yaitu alat untuk meng-hukum orang, berbentuk kayu atau kayu berlubang, di-pasangkan pada kaki, tangan atau leher. Tentu saja pilihan kata tersebut akan lebih berkonotasi negative bila verba memasung dibandingkan dengan verba melarang, menahan, atau menghambat’.

Gorys Keraf (2003) menyebutkan, makna konotasi mengacu kepada jumlah semua tautan pikiran yang me-nentukan pilihan nilai rasa. Dan, konotasi itu bisa bersifat pribadi dan bergantung pada pengalaman seseorang dengan kata atau barang maupun gagasan yang diacu oleh kata itu.  Bagi masyarakat, makna verba ‘memasung’ sangat me-nyakitkan dan berat sekali, disbanding penggunaan verba melarang, menghambat, atau menahan. Contoh lain :

→ b. Uang telah memasuki tidak saja saku anggota DPRD, tetapi jiwa dan raga mereka.

Secara denotatif, verba ‘merasuki’ berkonotasi negatif daripada verba ‘memasuki’.Konsep kesinoniman diartikan sebagai sesuatu yang memiliki makna yang kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Keraf juga mengatakan, kesinoniman ada yang murni, yakni dua kata memiliki makna yang persis sama; di samping itu ada yang mirip, yaitu kesinoniman tidak begitu sama betul. Di sini terdapat perbedaan makna, tetapi perbedaannya tidak terlalu mencolok, misalnya menyenangkan dan memuaskan.

Dalam bahasa jurnalistik, kecenderungan untuk meng-gunakan pilihan kata seperti itu ditujukan agar informasi atau pesan yang disampaikan akan lebih komunikatif dan menarik dibaca dan dibahas lebih dalam bukan hanya sekadar menarik perhatian. Lihatlah contoh berikut.

→ b. Menasihati Bush.

→ b. Mengawasi anggota KPU.

→ b. Aceh tanpa perang.

Pada contoh (1a-3a) tampak ada perbedaan nilai rasa dibandingkan dengan (1b-3b), yaitu ‘mengetuk hati’ dengan ‘menasihati’, ‘semut’ alih-alih ‘anggota’, dan kata ‘darah’ alih-alih ‘perang’. Seperti dikatakan Hamilton via Yusrita “The power of a single word is incredible”, artinya kekuatan satu kata sanagat menakjubkan.

Bahkan dalam dunia bisnis penggunaan kata yang tepat untuk tujuan tertentu sangat memberikan dampak positif. Sehingga, makna verba ‘mengetuk’ secara denotatif artinya ‘memukul dengan sesuatu”. Berbeda dengan verba ‘menasihati’ yang sifatnya abstrak dan tidak bisa dikenakan langsung kepada objek yang dituju.

Begitu juga kata “semut” sebagai pengganti kata anggota KPU. Makna yang terkandung adalah bahwa semut menyukai gula. Fenomena ini dikaitkan dengan situasi social yang ada di KPU dan jumlah uang yang diperlukan selama persiapan pemilu.

Selanjutnya kata “darah” lebih berkonotasi negative ketimbang kata “perang”. Tampaknya, alas an penggunaan majas ini bertujuan untuk menggelitik hati pembaca agar mengetahui lebih lanjut informasi yang akan digelar.

Alasan lain, adalah untuk memelihara prinsip kesopanan berbahasa tanpa melupakan tujuan utama yaitu mengkritik, namun mengkritik secara halus dan sopan.Kenyataan, menggunakan diksi yang bervariasi meng-isyaratkan bahwa kosa kata BI memang perlu digali dan dikembangkan melalui perluasan makna.

Lagi-lagi Keraf mengatakan, ada sejumlah cara untuk memperluas kosa kata, yaitu (1) pemakaian kamus umum dan sinonim yang baik; (2) pemasukan kata baru di dalam tulisan ataupun pembicaraan; (3) usahakan membaca jenis tulisan sebanyak-banyak-nya; (4) pemilihan kata (denotasi-konotasi); (5) pemilihan kata yang konkret dan yang abstrak; (6) pemilihan kata umum dan khusus; dan (7) penggunaan majas. ***

Balai Bahasa Inginkan UKBI menjadi Syarat Penerimaan CPNS

BORNEONEWS, Palangka Raya – Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah menginginkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) menjadi salah satu syarat penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Indonesia. Hal ini diungkapkan Haruddin, Kepala Balai Bahasa Kalteng saat membuka Penyuluhan Bahasa Indonesia bagi Awak Media se-Provinsi Kalimantan Tengah sejak tanggal 7 hingga 9 Maret 2017 di Hotel Fovere Palangka Raya.
“Saat penerimaan CPNS sebenarnya kita berharap ada UKBI. Ini kebijakan Balai Bahasa, tapi seperti yang kita tahu kebijakan bisa kalah dengan kekuasaan,” ungkap Haruddin saat membuka kegiatan.

Untuk mewujudkan harapan ini, lanjut dia, pemegang kekuasaan seharusnya yang mencetuskannya. Bisa Wali Kota atau bisa juga Gubernur, bahkan Presiden.
“Balai Bahasa selama ini hanya bisa mewujudkan ini pada beberapa lembaga. Salah satunya kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia saat akan yudisium dan wisuda, diwajibkan untuk memiliki sertifikat UKBI,” tambahnya.
UKBI berisikan tes terhadap kemampuan mendengarkan, merespons kaidah, membaca, menulis dan berbicara. Pengelaannya selalu terpusat serta sertifikat dikeluarkan Badan Bahasa, ditambah penyusunan pedoman pelaksanaan UKBI.

“Masa kita kalau melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan besar ada tes TOEFL tapi untuk UKBI tidak bisa dilaksanakan,” sesalnya. (TESTI PRISCILLA/B-8)

BAHASA ASING PADA PAPAN NAMA USAHA

Bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi tuan rumah di negara sendiri. Harapan tersebut akan terwujud jika bahasa Indonesia telah digunakan sebagai alat komunikasi sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Namun, fakta yang ada saat ini menunjukkan kondisi yang sebaliknya. Peran bahasa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan mulai tergeser bahkan tergusur oleh bahasa asing. Hal ini, misalnya, dapat dilihat pada berbagai media iklan, nama-nama usaha, dan siaran televisi kita.

Globalisasi yang menawarkan isu perdagangan bebas telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap perjalanan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia seakan-akan menjadi subordinasi bahasa asing (terutama bahasa Inggris) yang peranannya begitu penting dalam komunikasi di bidang iptek dan ekonomi.

Penggunaan bahasa asing pada papan-papan nama usaha di Kota Medan mulai marak sejak reformasi bergulir tahun 1998. Pusat perbelanjaan dan perusahaan jasa merupakan bidang usaha yang paling banyak menggunakan bahasa asing. Kemajuan iptek dan pertumbuhan perekonomian yang semakin meningkat telah mendesak bahasa Indonesia ke dalam posisi yang saling bersaingan dengan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing pada papan nama usaha di Kota Medan tidak hanya merambah usaha berskala besar, tetapi juga usaha berskala menengah dan kecil.

Bila diamati dengan saksama, penggunaan bahasa asing pada papan-papan nama usaha di Kota Medan memperlihatkan berbagai jenis variasi. Variasi tersebut, antara lain:

  1. Pemakaian kosakata bahasa asing yang sebenarnya sudah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, seperti supermarket, shop, fashion, laundry, bakery, catering, tailor, travel, service, dan electronic.
  2. Pemakaian kosakata bahasa Indonesia, tetapi dengan struktur bahasa asing, seperti Serdang Jaya Perabot, Matahari Optik, Ada Jadi Mobil, Citra Nasional Taksi, Indah Foto, dan Simponi Reklame.
  3. Pemakaian kosakata bahasa asing, tetapi dengan struktur bahasa Indonesia, seperti Service Electronic, Service Handphone, dan Restaurant Seafood.
  4. Pemakaian kosakata bahasa asing yang bercampur dengan bahasa Indonesia dengan struktur bahasa asing, seperti Amri Tailor, Mandala Laundry, Prima Copy Centre, Tiara Electronic, Gemilang Education, Mawar Bakery and Cake Shop, Sahabat Service Motor, Berjaya Travel, dan Glugur Residence.
  5. Pemakaian kosakata bahasa asing yang bercampur dengan bahasa Indonesia dengan struktur bahasa Indonesia, seperti Laundry Kiloan, Service Sepeda Motor, Bengkel Ketok Magic, Pasar Buah Deli Fresh, Rumah Makan Seafood, dan Rumah Makan Cap Go Can.
  6. Pemakaian bahasa asing dengan struktur bahasa asing, seperti Success Computer, Sun Education Centre, Stopwash Laundry & Dry Clean, Queen Internet Cafe, Trophy Tour & Travel, Domestic Rent Car, dan Yummy Food Court.

Penggunaan bahasa asing dengan berbagai jenis variasi pada papan-papan nama usaha di Kota Medan muncul karena dua hal. Pertama, para pemilik atau pelaku usaha ternyata ada yang tidak menyadari bahwa kata-kata yang mereka gunakan pada papan nama usaha mereka adalah kata-kata asing. Pengusaha jasa pencucian pakaian, misalnya, sebagian tidak tahu bahwa laundry itu merupakan kata asing. Mereka menggunakan kata laundry karena melihat pengusaha lain yang sejenis juga menggunakan kata laundry. Selain itu, ditemukan juga beberapa pelaku usaha yang tidak tahu bahwa mereka telah menggunakan struktur bahasa asing pada papan nama usaha mereka. Banyak papan nama usaha yang memang menggunakan kosakata bahasa Indonesia, tetapi strukturnya memakai struktur bahasa asing.

Kedua, sebagian pelaku usaha menyadari bahwa mereka menggunakan bahasa asing pada papan nama usaha mereka. Pelaku usaha yang termasuk dalam kelompok ini dapat dibagi atas dua subkelompok, yaitu (1) pelaku usaha yang mengerti arti kata-kata asing yang mereka gunakan pada papan nama usaha mereka –pada umumnya mereka bisa menggunakan ejaan dan struktur bahasa asing dengan benar– dan (2) pelaku usaha yang hanya tahu bahwa kata-kata yang mereka gunakan pada papan nama usaha mereka adalah kata-kata asing, tetapi tidak mengetahui artinya secara tepat.

 

Mengapa Menggunakan Bahasa Asing?

Ada dua alasan mengapa para pelaku usaha di Kota Medan menggunakan bahasa asing. Pertama, sebagian dari mereka mengakui bahwa bahasa asing itu sengaja digunakan untuk mendapatkan citra positif bagi usahanya. Mereka mengatakan bahwa penggunaan kata-kata asing (terutama Inggris) dinilai dapat memberikan kesan lebih bagus, lebih berkualitas, lebih bergengsi, lebih berkelas, dan sebagainya. Kata tour dan travel, misalnya, dianggap lebih memiliki nuansa makna seperti yang disebutkan di atas daripada kata wisata dan perjalanan. Kata wisata dan perjalanan dianggap tidak menarik dan tidak bergengsi.

Kesan atau citra yang mereka anggap posisif tidak hanya berkenaan dengan penggunaan kata-kata asing, tetapi juga berkenaan dengan struktur bahasa asing meskipun kosakata yang digunakan adalah kosakata bahasa Indonesia. Struktur seperti Serdang Jaya Perabot, Indoputra Mobil, Bintang Utama Motor, Mandiri Foto, dan Gita Salon adalah struktur bahasa asing (Inggris) karena disusun berdasarkan hukum MD (menerangkan diterangkan). Jadi, unsur Serdang Jaya, Indoputra, Bintang Utama, Mandiri, dan Gita dalam frasa di atas adalah unsur menerangkan, sedangkan unsur Perabot, Mobil, Motor, Foto, dan Salon merupakan unsur diterangkan. Dalam bahasa Indonesia, struktur yang lazim adalah mengikuti hukum DM (diterangkan menerangkan) sehingga frasa di atas harus diubah susunannya menjadi Perabot Serdang Jaya, Mobil Indoputra, Motor Bintang Utama, Foto Mandiri, dan Salon Gita. Yang menjadi persoalan adalah perubahan struktur dari MD menjadi DM dinilai dapat mengurangi atau menghilangkan kesan atau citra positif seperti disebutkan di atas.

Kedua, sebagian dari pelaku usaha hanya ikut-ikutan menggunakan bahasa asing atau terpengaruh orang lain. Kelompok ini sebenarnya tidak pernah berpikir bahwa bahasa asing yang mereka gunakan itu dimaksudkan untuk mendapatkan kesan atau citra tertentu, seperti lebih bermutu, lebih bergengsi, lebih menarik, lebih berkelas, dan sebagainya. Mereka menggunakan bahasa asing karena melihat pelaku usaha lain yang sejenis juga menggunakan bahasa asing.

 

Kembali ke Bahasa Nasional

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di republik ini. Pentingnya peranan bahasa itu, antara lain, bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: ”kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” dan pada Undang-Undang Dasar negara kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa ”bahasa negara adalah bahasa Indonesia”.

Penggunaan bahasa Indonesia secara nasional merupakan anugerah bagi bangsa Indonesia. Bangsa ini tidak akan memiliki kesulitan dalam melakukan komunikasi dengan seluruh suku bangsa yang ada di Nusantara. Bahasa Indonesia telah berperan sebagai alat pemersatu antarrakyat Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan suatu simbol yang menunjukkan identitas dan jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika pelaku-pelaku usaha kita kembali ke bahasa nasional, yaitu menggunakan bahasa Indonesia pada papan nama usaha mereka.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pasal 36 ayat 3 berbunyi: ”Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, komplek perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau yang dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia”.

Menurut Ridwan (2006), untuk pemertahanan suatu bahasa, khususnya bahasa nasional kita bahasa Indonesia, perlu dikembangkan sikap positif. Pengembangan sikap positif adalah suatu langkah dan upaya dalam pembinaan dan pengembangan sikap dan rasa bangga dalam memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia. Jika dihadapkan pada pilihan, misalnya menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing, akan memiliki sikap bahasa untuk: (1) lebih mendahulukan dan mengutamakan bahasa Indonesia; (2) jika telah terdapat padanan dalam bahasa Indonesia lebih mendahulukan pemakaiannya; dan (3) bahasa Indonesia harus menjadi ”ladang bahasa bersama” yang harus diolah dan disuburkan.

Kita membutuhkan kesungguhan dankomitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa Indonesia untuk membuat bahasa Indonesia menjadi tuanrumah di negara sendiri.

*ANHARUDDIN HUTASUHUT

RANKING DAN NOMINATOR

 “Aduh, anak Ibu ranking berapa, ya?”, “Ayo, Sahata masih ranking satu?”. Pertanyaan semacam itu senantiasa dilontarkan Ibu kepada Sahata setiap akhir semester, ketika pembagian rapor tiba. Atau sebelum pertanyaan itu muncul, malah Sahata yang terlebih dulu melonjak girang dan berteriak: “Asyik! Bu, Sahata dapat ranking satu! Hore!”. Sahata memang anak yang cerdas.

Kata ranking sudah sangat akrab di telinga kita. Anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar pun dengan fasih melafalkan kata tersebut. Tentu kita memiliki kesepakatan bahwa ranking itu diartikan ‘peringkat’. Oleh karena itu, kalau ada pertanyaan seperti berikut.

  • “Kau ranking berapa?”
  • “Nesya dapat ranking?”
  • “Kamu kok cuma dapat ranking tiga?”

Maka dapat disimpulkan makna pertanyaan di atas seperti di bawah ini.

  • “Kau peringkat berapa?”
  • “Nesya dapat peringkat?
  • “Kamu kok cuma dapat peringkat tiga?

Padahal pengertian kata ranking sebagai ‘peringkat’ tidaklah tepat. Dalam bahasa Inggris, kata ranking berarti ‘pemeringkatan’. Pemeringkatan adalah proses menyusun urutan berdasarkan tolok ukur tertentu. Nah, hasil proses penyusunan urutan itu disebut rank. Tetapi kata rank tidak kita serap ke dalam bahasa Indonesia. Jadi tidak serta-merta kalimat “Asyik! Bu, Sahata dapat ranking satu! Hore!” berubah menjadi “Asyik! Bu, Sahata dapat rank satu! Hore”. Namun perlu diketahui, dalam bahasa Indonesia padanan rank adalah peringkat. Maka kalimat (4), (5), dan (6) di atas tepat untuk digunakan. Tetapi, seperti yang sudah dijelaskan tadi, kata ranking tidaklah bermakna peringkat.

* * *

Kesalahan pemahaman seperti di atas memang sering terjadi. Perhatikan  kalimat-kalimat berikut ini.

  • Taufik Hidayat merupakan nominator atlet terbaik Indonesia 2007 versi Tabloid Bola.
  • Aktor ternama Dedy Mizwar termasuk dalam deretan nominator peraih Piala Citra.
  • Surat kabar Analisa menjadi nominator surat kabar yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tahun 2015 versi Balai Bahasa Sumut.

Dalam setiap perlombaan atau festival hampir selalu ada beberapa orang atau sesuatu lembaga yang diunggulkan untuk dicalonkan sebagai pemenang. Orang atau sesuatu yang dicalonkan sebagai pemenang itu sering disebut nominator. Namun kadang-kadang ada juga yang menyebutnya sebagai nomine.

Mana di antara kedua kata itu yang tepat penggunaannya?

Kata nominator berasal dari kata kerja nominate (bahasa Inggris), berarti ‘mengusulkan atau mengangkat seseorang sebagai calon pemenang atau penerima anugerah’, dan nominator berarti ‘orang yang mengusulkan atau mengangkat calon pemenang’. Oleh karena itu, penggunaan kata nominator untuk menyatakan makna ‘calon yang diunggulkan sebagai pemenang’ tidak tepat.

Untuk menyatakan ‘orang yang dicalonkan atau diunggulkan sebagai pemenang’ lebih tepat digunakan kata nomine (bahasa Inggris: nominee), bukan nominator. Selain itu, kata unggulan juga dapat digunakan untuk mengungkapkan makna itu. Untuk lebih jelas, berikut ini tercantum contoh yang tepat.

  • Taufik Hidayat merupakan nominator atlet terbaik Indonesia 2007 versi Tabloid Bola.
  • Aktor ternama Dedy Mizwar termasuk dalam deretan nominator peraih Piala Citra.
  • Surat kabar Analisa menjadi nominator surat kabar yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tahun 2010 versi Balai Bahasa Medan.

Atau dapat juga ditulis seperti berikut ini.

  • Taufik Hidayat merupakan unggulan atlet terbaik Indonesia 2007 versi Tabloid Bola.
  • Aktor ternama Dedy Mizwar termasuk dalam deretan unggulan peraih Piala Citra.
  • Surat kabar Analisa menjadi unggulan surat kabar yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tahun 2006 versi Balai Bahasa Medan, Depdiknas.

Demikian, selamat menggunakan!

HASAN AL BANNA