Dorothea Rosa Herliany

 

Dorothea Rosa Herliany

Dorothea Rosa Herliany lahir di Magelang, Jawa Tengah, 20 Oktober 1963.

Pendidikan yang pernah di tempuh adalah (1) SD Tarakanita Magelang, (2) SMP Pendowo Magelang, dan (3) SMA Stella Duce Yogyakarta.
Setamat dari SMA Stella Duce, Dorothea melanjutkan ke Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Institiut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Sanata Dharma, Yogyakarta (1987).

Selulus dari IKIP Sanata Dharma, dia pernah bekerja menjadi guru, wartawan, dan penulis lepas.

Dorothea Rosa Herliany adalah penyair wanita tahun 1980-an yang paling dihargai, baik dari segi bobot maupun kesungguhan penyair. Dia juga merupakan penyair wanita yang sangat mengejutkan karena produktif. Hampir semua media massa yang memiliki ruang puisi memuat puisi-puisinya.
Di samping menulis puisi, dia juga menulis cerpen, esai, dan laporan budaya yang menunjukkan bahwa dia memiliki kemampuan lain di luar dunia puisi. Pada tanggal 8 September 1988 Dorothea Rosa Herliany melayangkan surat kepada Horison.
Dia mengusulkan agar Horison mengurangi pemuatan puisi-puisi terjemahan, Horison mengetengahkan puisi karya Afrizal Malna, Eka Budianta, dan Beni Setia yang saat itu menurutnya penyair yang paling pantas menjadi harapan.
Dorothea mulai menulis sejak tahun 1985 yang dipublikasikan di berbagai harian dan majalah, yaitu Horison, Basis, Dewan Sastra (Malaysia), Suara Pembaharuan, Mutiara, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, Citra Yogya, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Kalam, Republika, dan Pelita.
KARYA:

Beberapa karyanya yang telah dibukukan adalah:
1. Nyanyian Gaduh (Kumpulan Puisi, 1987),
2. Matahari yang Mengalir (Kumpulan Puisi, 1990),
3. Kepompong Sunyi (Kumpulan Puisi, 1993),
4. Nyanyian Rebana (Kumpulan Puisi, 1993),
5. Pagelaran (Antologi Cerpen, 1993), Guru Tarno (Antologi Cerpen, 1994),
6. Cerita dari Hutan Bakau (Antologi Puisi, 1994),
7. Dari Negeri Poci 2 (Antologi Puisi, 1994),
8. Vibrasi Tiga Penyair (Antologi Puisi, 1994),
9. Blencong (Kumpulan Cerpen, 1995),
10. Karikatur dan Sepotong Cinta (Kumpulan Cerpen, 1995),
11. Candramowa (Antologi Cerpen, 1995),
12. Ketika Kata Ketika Warna (Antologi Puisi dan Lukisan, 1995),
13. Mimpi Gugur Daun Zaitun (Kumpulan Cerpen, 1999),
14. Nikah Ilalang (Kumpulan Puisi),
15. Para Pembunuh Waktu (Kumpulan Puisi), dan
16. Kill the Radio (Kumpulan Puisi, Indonesia Tera, 2001).

Di samping itu, ia juga menulis cerita untuk anak-anak dan remaja. Selain menulis, Dorothea aktif di berbagai kegiatan, antara lain menghadiri Pertemuan Sastrawan Muda ASEAN di Filipina (1990), peserta Festival Puisi Indonesia Belanda di Jakarta dan Rotherdam, Negeri Belanda (1995).

Penghargaan:

Hadiah atau penghargaan yang pernah diperoleh adalah:
1. Pemenang I Penulisan Puisi Hari Chairil Anwar yang diselenggarakan SEMA Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma (1981),
2. Pemenang I Penulisan Puisi Dies Natalis IKIP Sanata Dharma (1985),
3. Pemenang I Penulisan Puisi yang diselenggarakan Institut Filsafat dan Theologia (IFT) Yogyakarta (1985), dan
4. Juara I Penulisan Esai (1986).

 

Putu Wijaya

Putu Wijaya

Putu Wijaya yang kita kenal sebagai sastrawan mempunyai nama yang cukup panjang, yaitu I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Dari namanya itu dapat diketahui bahwa ia berasal dari Bali. Putu memang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944. Pada masa remaja ia sudah menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra. Saat masih duduk di sekolah menengah pertama di Bali, ia mulai menulis cerita pendek dan beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Ketika duduk di sekolah menengah atas, ia memperluas wawasannya dengan melibatkan diri dalam kegiatan sandiwara. Setelah selesai sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan budaya.

Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi), dan meningkatkan kegiatannya bersastra. Dari Fakultas Hukum, UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.

Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres. Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971–1979). Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974).

Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama di Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di majalah Tempo. Pada tahun 1975 ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Setelah itu, ia juga pernah menjadi redaktur majalah Zaman (19791985).

Ia juga mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001). Di samping itu, ia juga pernah mengajar di Amerika Serikat (1985–1988).

Di samping itu, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis skenario sinetron. Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.

Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.
Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di samping menulis esai tentang sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel, telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.
Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of consciousness dalam pengungkapannya.
Terhadap karya-karya Putu itu, Rachmat Djoko Pradopo (dalam Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh, 1985) memberi komentar bahwa Putu berani mengungkapkan kenyataan hidup karena dorongan naluri yang terpendam dalam bawah sadar, lebih-lebih libido seksual yang ada dalam daerah kegelapan.

a. Drama

1. Dalam Cahaya Bulan (1966)

2. Lautan Bernyanyi (1967)

3. Bila Malam Bertambah Malam (1970)

4. Invalid (1974)

5. Tak Sampai Tiga Bulan (1974)

6. Anu (1974)

7. Aduh (1975)

8. Dag-Dig-Dug (1976)

9. Gerr (1986)

10. Edan

11. Hum-Pim-Pah

12. Dor

13. Blong

14. Ayo

15. Awas

16. Los

17. Aum

18. Zat

19. Tai

20. Front

21. Aib

22. Wah

23. Hah

24. Jpret

25. Aeng

26. Aut

27. Dar-Dir-Dor

b. Novel

1. Bila Malam Bertambah Malam (1971)

2. Pabrik (1976)

3. Stasiun (1977)

4. Keok (1978)

5. Sobat (1981)

6. Lho (1982)

7. Telegram (1972)

8. Tiba-Tiba Malam (1977)

9. Pol (1987)

10. Terror (1991)

11. Merdeka (1994)

12. Perang (1992)

13. Lima (1992)

14. Nol (1992)

15. Dang Dut (1992)

16. Kroco (1995)

17. Byarpet (1995)

18. Cas-Cis-Cus (1995)

19. Aus (1996)

c. Kumpulan Cerpen

1. Bom (1978)

2. Es (1980)

3. Gres (1982)

4. Klop, Bor, Protes (1994)

5. Darah (1995)

6. Yel (1995)

7. Blok (1994)

8. Zig Zag (1996)

9. Tidak (1999)

d. Novelet

1. MS (1977)

2. Tak Cukup Sedih (1977)

3. Ratu (1977)

4. Sah (1977)

Karya esainya terdapat dalam kumpulan esai Beban, Kentut, Samar, Pembabatan, Klise, Tradisi Baru, Terror Mental, dan Bertolak dari yang Ada.

Penghargaan yang telah diterimanya ialah sebagai berikut:
1. 1967 Pemenang ketiga Lomba Sayembara Penulisan Lakon Badan Pembina Teater Nasional Indonesia (drama Lautan Bernyanyi)
2. 1971 Pemenang Sayembara Mengarang Roman DKJ (novel Telegram)
3. 1975 Pemenang Sayembara Mengarang Roman DKJ (novel Stasiun)
4. 1980 Penerima SEA Write Award dari Kerajaan Thailand
5. 1991-1992 Penerima Profesional Fellowship dari The Japan Foundation, Kyoto, Jepang

Alamat Putu Wijaya:
Kompleks Astya Puri 2 No.A9 Jalan Kerta Mukti, Ciputat, Jakarta Selatan
Telepon/faksimile: (021) 7444678
Pos-el: wijayaputu@hotmail.com

Prof. Dr. Samsuri, M.A., Ph.D.


Samsuri

Prof. Dr. Samsuri, M.A., Ph.D., dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1925 di Mojokerto, Jawa Timur. Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1939 di Mojokerto, HIK pada tahun 1944 di Yogyakarta, dan SGA pada tahun 1953 di Surbaya. Ia melanjutkan kuliah di Yogyakarta dan sarjana muda pada tahun 1956. Setelah itu, ia menyelesaikan program master pada tahun 1958 dan program doktor dalam bidang pendidikan bahasa Inggris di Bloomington University, Indiana, USA. Dia menjadi dosen Universitas Negeri Malang (UM) mulai tahun 1958. Gelar Guru Besar dalam bidang Pendidikan Bahasa Inggris diperolehnya pada tahun 1988.

Pengalaman bekerjanya dumulai sebagai guru SDN Mojokerto (1944—1945), kemudian berturut-turut menjadi guru SD Netral Yogyakarta (1945—1946), dan guru SMP di Mojokerto (1949—1953). Selama menjadi dosen UM jabatan yang pernah diembannya adalah Dekan FKSS (1965—1970) dan Rektor (1970—1974).

Di samping menjadi dosen, ia juga aktif sebagai anggota Steering Committee RELC (Regional English Language Center), Singapura (1969—1974) dan Koordinator Proyek Penelitian Madura kerja sama Indonesia-Belanda (1977—1983). Sejak tahun 1990 dia menjadi dosen tetap Fakultas Sastra Universitas Tujuh Belas Agustus 1945, Surabaya.

Karya:
1)    Analisis Bahasa (1978),
2)    Tata Kalimat Bahasa Indonesia (1982),
3)    Berbagai Aliran Linguistik Abad XX (1988), dan
4)    Morfologi dan Pembentukan Kata (1988).

 

Budi Darma


Budi Darma

Budi Darma lahir tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa Tengah. Ia anak keempat dari enam bersaudara yang semuanya laki-laki. Kedua orang tuanya berasal dari Rembang. Ayahnya bernama Munandar Darmowidagdo dan bekerja sebagai pegawai kantor pos. Ibunya bernama Sri Kunmaryati. Karena pekerjaan ayahnya, Budi darma sering berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti orang tuanya, antara lain di bandung, Yogyakarta, dan Semarang.

Budi Darma menikah pada tanggal 14 Maret 1968 dengan Sitaresmi, S.H., yang lahir 7 September 1938. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai tiga orang anak, yaitu Diana (lahir di Banyuwangi, 15 Mei 1969), Guritno (lahir di Banyuwangi, 4 Februari 1972), dan Hannato Widodo (lahir di Surabaya, 3 Juni 1974).

Budi Darma menempuh pendidikan di berbagai kota. Pendidikan sekolah dasar diselesaikannya tahun 1950 di Kudus, Jawa Tengah. Sekolah menengah pertama diselesaikannya tahun 1953 di Salatiga, Jawa Tengah. Kemudian, pendidikan sekolah menengah atas (SMA) diselesaikannya di Semarang tahun 1956. Setamat SMA, Budi Darma meneruskan kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, dan selesai tahun 1963. Judul skripsinya adalh Tragic Heroes in The Plays of Marlowe. Selama satu tahun (1967) ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat. Pada tahun 1970—1971 ia mendapat beasiswa dari East West Centre untuk belajar ilmu budaya dasar (basic humanities) di Universitas Hawai, Honolulu, Amerika Serikat. Pada tahun 1975 meraih gelar M.A. dari Universitas Indiana, Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, yang judul tesisnya adalah Tha Death and The Alive, dan tahun 1980 di universitas yang sama ia meraih gelar Ph.D. dengan judul disertasinya Character and Moral Jugment in Jane Austin’s Novel.

Setelah tamat dari Jurusan Satra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, (1963) sampai sekarang, Budi Darma mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) (dahulu IKIP Surabaya). Selain sebagai dosen, Budi Darma juga pernah menjabat Ketua Jurusan Sastra Inggris (1966—1970 dan 1980—1984), Dekan Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (1963—1966 dan 1970—1974), dan Rektor IKIP Surabaya (1984—1988). Tahun 1980 ia menjadi visiting associate research di Universitas Indiana.
Budi Darma tercatat sebagai anggota Modern Language Association (MLA), New York (1977—1990). Nama Budi Darma tercatat dalam buku Who’s Who in The World (1982—1983).

Sumbangan Budi Darma kepada kehidupan sastra sangat besar. Dalam kerangka kerja sama Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), Budi Darma membimbing cerpenis dan esais muda berbakat dari Brunai Darussalam, Indonesia, dan Malaysia dalam wadah Program Penulisan Mastera (1998—1999). Budi Darma juga terlibat dalam pembimbingan berbagai lokakarya dan penataran sastra bagi pegawai Pusat Bahasa dan dosen muda dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
KARYA:

Hasil karya Budi Darma berbentuk cerita pendek, novel, esai, dan puisi yang tersebar di berbagai media massa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Budi Darma dianggap memelopori penggunaan teknik kolase, yaitu teknik penempelan potongan iklan bioskop dan tiket pertunjukan dalam karya-karyanya, seperti Orang-Orang Bloomington dan Olenka. Berikut ini adalah karya Budi Darma.
1. Orang-Orang Bloomington (kumpulan cerpen, 1950)
2. Ny. Talis (novel, 1983)
3. Olenka (novel, 1997)
4. Rafilus (novel, 1988)
5. Sejumlah Esai Sastra (kumpulan esai, 1984)
6. Solilokui (kumpulan esai, 1983)
7. Harmonium (kumpulan esai, 1996)
8. Derabat (cerpen, 1999)
9. The Legacy karya Intsi V. Himanyunga (terjemahan, 1996)
10. Sejarah 10 November 1945 (1987)
11. Culture in Surabaya (1992)
12. Modern Literature of ASEAN (2000)
13. Kumpulan Esai Sastra ASEAN (Asean Committee on Culture and Information)
Beberapa karya Budi Darma yang berbentuk cerita pendek pernah ditransformasikan dalam bentuk drama, yaitu “Orez”, yang dipentaskan mahasiswa ISI Yogyakarta, dan “Kritikus Adinan”, yang dipentaskan mahasiswa STSI Bandung).

Penghargaan

Karena peranannya dalam sastra, Budi Darma mendapat hadiah dan penghargaan dari berbagai pihak. Berikut ini hadiah/penghargaan yang diterima Budi Darma.
1. Hadiah Pertama Sayembara Mengarang Naskah Roman Dewan Kesenian Jakarta atas novelnya Olenka (1980)
2. Penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta atas novelnya, Olenka, sebagai novel terbaik (1983)
3. Penghargaan Sea Write Award dari pemerintah Thailand atas karyanya yang berjudul Orang-Orang Bloomington (1984)
4. Penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia (1993)
5. Penghargaan dari Kompas atas cerpennya, “Derabat”, sebagai cerpen terbaik (1999)

 

Asrul Sani

Asrul Sani

Asrul Sani lahir di Rao, suatu daerah di sebelah utara Sumatera Barat, pada tanggal 10 Juni 1926. Asrul Sani berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seorang raja yang bergelar Sultan Marah Sani Syair Alamsyah yang Dipertuan Sakti Rao Mapat. Meskipun membenci Belanda, ayahnya sangat menggemari musik klasik (aliran musik bergengsi dari Eropa yang tidak biasa didengar oleh penduduk pribumi pada saat itu, apalagi di daerah terbelakang seperti Rao). Oleh karena itu, Asrul patut berbangga hati karena sebelum bersekolah, ia sudah mendengar karya terkenal dari Schubert.

Ibunya adalah seorang wanita yang sederhana, tetapi sangat memperhatikan pendidikannya. Sejak kecil, ia dimanjakan oleh ibunya dengan buku cerita karya pengarang ternama. Ibunya selalu membacakan buku tersebut untuknya. Oleh karena itu, sebelum pandai membaca, ia sudah mendengar cerita “Surat Kepada Raja” karya Tagore.

Dalam perjalanan hidupnya, Asrul pernah menikah dua kali. Yang pertama ia menikahi Siti Nuraini, temannya sesama wartawan, pada tanggal 29 Maret 1951, di Bogor (dan bercerai pada tahun 1961). Yang kedua ia menikahi Mutiara Sarumpaet, 22 tahun lebih muda darinya, pada tanggal 29 Desember 1972. Dari pernikahannya yang pertama, Asrul dikaruniai tiga anak perempuan dan dari pernikahannya yang kedua Asrul dikaruniai tiga anak laki-laki.
Pada masa akhir hidupnya, istrinya, Mutiara Sarumpaet, tetap setia mendampinginya. Asrul yang mulai renta dan duduk di kursi roda tidak menghalanginya untuk tampil bersama Asrul Sani di depan umum dengan mesra. Ketika menghadiri acara pelantikan Prof. Riris K. Toha Sarumpaet, Ph.D. (adik kandung Mutiara) menjadi guru besar di Universitas Indonesia (3 September 2003), Mutiara dengan mesra menyuapi Asrul di atas kursi rodanya.

Asrul memulai pendidikan formalnya di Holland Inlandsche School (HIS), Bukittinggi, pada tahun 1936. Lalu, ia masuk  SMP Taman Siswa, Jakarta (1942), Sekolah Kedokteran Hewan, Bogor (194.). Ia menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1955. Jadi, ia adalah seorang dokter hewan. Akan tetapi, ia tetap memberikan perhatian pada dunia seni (sastra, teater, dan film). Bahkan, di sela-sela kuliahnya, ia masih sempat belajar drama di akademi seni drama di Amsterdam (bea siswa dari Lembaga Kebudayaan Indonesia-Belanda, 1952).

Banyak sekali pekerjaan yang dilakukan Asrul Sani semasa hidupnya. Ia pernah menjadi Laskar Rakyat (pada masa proklamasi), redaktur majalah (Pujangga Baru, Gema Suasana, Siasat, dan Zenith). Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1977—1987), Ketua Lembaga Seniman Kebudayaan Muslim (Lesbumi), Anggota Badan Sensor Film, Pengurus Pusat Nahdatul Ulama,  dan anggota DPR/MPR (1966—1983).

Di dalam dunia sastra Asrul Sani dikenal sebagai seorang pelopor Angkatan ’45. Kariernya sebagai sastrawan mulai menanjak ketika ia bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul Tiga Menguak Takdir. Kumpulan puisi itu  banyak mendapat tanggapan, terutama judulnya karena mendatangkan beberapa tafsir. Setelah itu, mereka juga menggeberak dunia sastra dengan memproklamasikan “Surat Kepercayaan Gelanggang” sebagai manifestasi sikap budaya mereka. Gebrakan itu memopulerkan mereka.

Sebagai sastrawan, Asrul Sani tidak hanya dikenal sebagai penulis puisi, tetapi juga penulis cerpen dan drama. Cerpennya yang berjudul “Sahabat Saya Cordiaz” dimasukkan oleh Teeuw ke dalam “Moderne Indonesische Verhalen” dan dramanya, “Mahkamah”, mendapat pujian dari para kritikus. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai, bahkan penulis esai terbaik tahun 1950-an. Salah satu karya esainya yang terkenal adalah “Surat atas Kertas Merah Jambu” (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda).
Sejak tahun 1950-an Asrul lebih banyak berteater dan mulai mengarahkan langkahnya ke dunia film. Ia mementaskan “Pintu Tertutup” karya Jean-Paul Sartre dan “Burung Camar” karya Anton P. Cheko. Ia menulis skenario film “Lewat Jam Malam (mendapat penghargaan dari FFI, 1955), “Apa yang Kau Cari Palupi?” (mendapat Golden Harvest pada Festival Film Asia, 1971), dan “Kemelut Hidup” (mendapat Piala Citra 1979).  Ia juga menyutradarai film “Salah Asuhan” (1972), “Jembatan Merah” (1973), dan “Bulan di atas Kuburan” (1973).

Asrul Sani meninggal dunia pada tahun 2004 di Jakarta.

I. Karya Asli
a) puisi
b) cerita pendek
c) drama
d) esai

II. Karya Terjemahan
a) puisi
b) cerita pendek
c) novel (masih berupa naskah)
d) drama (sebagian besar masih berupa naskah)