Kamus Dwibahasa Talaud – Indonesia

Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia, dengan ibu kota Melonguane yang berjarak sekitar 271 mil laut dari Kota Manado, ibu kota Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten ini dimekarkan dari Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud berdasarkan UU No. 8 Tahun 2002.

Secara astronomis, Kabupaten Kepulauan Talaud terletak antara 3° 38’ 00”–5° 33’ 00” Lintang Utara dan 126° 38’ 00”–127° 10’ 00” Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Kepulauan Talaud terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi. Wilayah ini adalah kawasan paling utara di Indonesia bagian tengah dengan batas-batas sebagai berikut. Sebelah utara berbatasan dengan Republik Filipina bagian selatan (Pulau Mindanao); sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Sangihe; sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi; dan sebelah timur berbatasan dengan Samudera Pasifik. Kepulauan Talaud terdiri atas 19 kecamatan yang terletak di tiga pulau besar dan dua kepulauan, yaitu Kecamatan Kabaruan dan Damau di Pulau Kabaruan; Kecamatan Nanusa di Kepulauan Nanusa; Kecamatan Miangas di Kepulauan Miangas; Kecamatan Kalongan, Lirung, Salibabu dan Moronge di Pulau Salibabu; dan Kecamatan Melonguane Timur, Melonguane, Beo Selatan, Beo, Rainis, Tampan’Amma, Pulutan, Beo Utara, Essang Selatan, Essang, dan Gemeh di pulau terbesar, yaitu Pulau Karakelang. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Beo Utara (144.85 KM2) dan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Miangas (2.39 KM2). Luas lautnya sekitar 37.800 km² (95, 24%) dan luas wilayah daratan 1.251,02 km². Jumlah penduduknya adalah 90.678 jiwa dengan perincian, yaitu jumlah penduduk laki-laki sebanyak 46.311 dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 44.367 jiwa (BPS: Talaud dalam Angka 2016).

Unduhan

Si Cantik Pingkan

Si Cantik Pingkan diceritakan kembali oleh Fredy Sreudeman Wowor

Suatu ketika di tanah Malesung, di wanua Mandolang hiduplah seorang gadis yang terkenal dengan kecantikannya. Gadis ini bernama Pingkan. Dia dibesarkan oleh orang tuanya serta dididik oleh neneknya yang merupakan seorang walian.

Pada suatu pagi di tepi pantai, Pingkan menolong seorang lelaki muda yang terdampar dari lautan. Lelaki itu bernama Matindas. Matindas adalah seorang yang mendapat tugas dari para pemimpin di Kemah untuk menyelidiki kegiatan kapal-kapal perompak yang selalu mengancam kehidupan orang-orang tanah Malesung.

Pertemuan itu menjalin Pingkan dan Matindas dalam ikatan cinta abadi. Namun, kebahagiaan mereka terancam ketika para mata-mata yang sedang memburu Matindas tiba di kampung mereka. Seiring dengan hal itu, di antara para perompak berhembus kabar tentang adanya seorang perempuan cantik yang tinggal di sebuah kampung di tepi pantai tersebut.

Untuk menghindari ancaman para perompak ini, Pingkan dan Matindas melarikan diri menuju ke Kemah. Perjalanan ke Kemah ini sangat sulit karena mereka harus menghindari kejaran pasukan pemburu yang dikirimkan oleh raja perompak. Mereka akhirnya sampai di Kemah dengan selamat. Mereka segera memberitahukan perkembangan situasi tersebut kepada para pemimpin di Kemah.

Pingkan dan Matindas kemudian menetap di satu perbukitan di Kemah. Meskipun dalam perlindungan para pemimpin dan rakyat Kemah, tetapi tempat tinggal mereka dapat di ketahui oleh para perompak yang datang bersama rajanya. Perang siasat pun terjadi. Pertempuran itu tak terelakkan dan berakhir dengan tewasnya sang raja perompak.

Unduh

Lingkanbene Dewi Padi

LINGKANBENE DEWI PADI Diceritakan kembali oleh Merdeka Gedoan

Buku ini merupakan salah satu versi cerita rakyat Lingkanbene Dewi Padi, dikembangkan dengan titik tolak pada mitos sakti seorang tokoh pemberani bernama Tumideng. Ia pergi ke kayangan untuk mencari sumber penghidupan guna mengatasi krisis yang dialami oleh penduduk di kawasan Wale Posan dan Telaga Seper akibat musim panas yang berkepanjangan.

Tumideng meyakini bahwa bumi dan kayangan boleh terpisah, tetapi kehidupan di bumi dan di kayangan harus tetap berpadu. Berkat kehidupan adalah anugerah Dewata yang harus diterima dan dirasakan secara adil. Atas keyakinan itulah Tumideng nekat pergi ke kayangan dengan harapan akan mendapatkan sumber penghidupan untuk mengatasi krisis. Namun, sesampai di sana ia tidak diterima oleh dewi-dewi kayangan, malah dikejar dan diusir paksa. Saat ingin meloloskan diri itulah ia menginjak-injak hamparan tanaman yang ada di kayangan.

Sekembalinya dari kayangan terselip benda aneh di sela-sela garis telapak kakinya. Benda itu kemudian ia kubur dalam tanah. Ternyata, benda itu adalah butir padi yang kemudian tumbuh menjadi tanaman bahan makanan.

Para dewi melihat tanaman padi tumbuh di bumi. Mereka bermaksud mengambilnya kembali. Mendengar hal itu, Tumideng pergi lagi ke kayangan dengan maksud bermohon kepada para dewi agar tanaman padi itu tetap tumbuh di bumi. Ketika Tumideng menaiki tangga menuju ke kayangan, tiba-tiba ia diserang oleh dewi-dewi sehingga jatuh ke bumi dan mati.

Melihat peristiwa yang menyedihkan itu, Lingkanbene, pemimpin dewi-dewi kayangan merasa iba lalu berseru,

“Wahai penduduk Wale Posan dan Telaga Seper, kami dewi-dewi kayangan telah sepakat untuk menganugerahkan kepada kalian tanaman padi itu dengan syarat. Syaratnya adalah asalkan kalian bersedia menaati perintah kami. Padi itu adalah makanan. Janganlah kalian saling memakan satu sama lain hanya karena makanan!”

unduh