LINGKANBENE DEWI PADI Diceritakan kembali oleh Merdeka Gedoan

Buku ini merupakan salah satu versi cerita rakyat Lingkanbene Dewi Padi, dikembangkan dengan titik tolak pada mitos sakti seorang tokoh pemberani bernama Tumideng. Ia pergi ke kayangan untuk mencari sumber penghidupan guna mengatasi krisis yang dialami oleh penduduk di kawasan Wale Posan dan Telaga Seper akibat musim panas yang berkepanjangan.

Tumideng meyakini bahwa bumi dan kayangan boleh terpisah, tetapi kehidupan di bumi dan di kayangan harus tetap berpadu. Berkat kehidupan adalah anugerah Dewata yang harus diterima dan dirasakan secara adil. Atas keyakinan itulah Tumideng nekat pergi ke kayangan dengan harapan akan mendapatkan sumber penghidupan untuk mengatasi krisis. Namun, sesampai di sana ia tidak diterima oleh dewi-dewi kayangan, malah dikejar dan diusir paksa. Saat ingin meloloskan diri itulah ia menginjak-injak hamparan tanaman yang ada di kayangan.

Sekembalinya dari kayangan terselip benda aneh di sela-sela garis telapak kakinya. Benda itu kemudian ia kubur dalam tanah. Ternyata, benda itu adalah butir padi yang kemudian tumbuh menjadi tanaman bahan makanan.

Para dewi melihat tanaman padi tumbuh di bumi. Mereka bermaksud mengambilnya kembali. Mendengar hal itu, Tumideng pergi lagi ke kayangan dengan maksud bermohon kepada para dewi agar tanaman padi itu tetap tumbuh di bumi. Ketika Tumideng menaiki tangga menuju ke kayangan, tiba-tiba ia diserang oleh dewi-dewi sehingga jatuh ke bumi dan mati.

Melihat peristiwa yang menyedihkan itu, Lingkanbene, pemimpin dewi-dewi kayangan merasa iba lalu berseru,

“Wahai penduduk Wale Posan dan Telaga Seper, kami dewi-dewi kayangan telah sepakat untuk menganugerahkan kepada kalian tanaman padi itu dengan syarat. Syaratnya adalah asalkan kalian bersedia menaati perintah kami. Padi itu adalah makanan. Janganlah kalian saling memakan satu sama lain hanya karena makanan!”

unduh


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *