“Wong kongene kok dibanding-bandingke, saing-saingke yo mesti kalah ….”
Siapa yang tak tahu lagu “Ojo Dibandingke” ciptaan Abah Lala yang baru-baru ini marak dan berhasil mengguncang warganet di media sosial melalui penampilan apik dari penyanyi cilik Farel Prayogo dan interpreter bahasa isyarat Wanda Utami? Kebolehan Wanda Utami dalam menginterpretasikan lagu tersebut menjadi sorotan media. Pasalnya mimik dan pembawaan Wanda dikemas dalam penampilan yang epik sehingga popularitas dan minat belajar terhadap bahasa isyarat cukup meningkat pesat.
Data dari World Health Organization (Who.int, 2021) menyatakan bahwa 1,5 miliar orang di dunia mengalami gangguan pendengaran, sementara di Indonesia sendiri, Kementerian Sosial mencatat 7,03% dari 30,38 juta penyandang disabilitas merupakan tunarungu (Liputan6.com, 2020). Penyandang tunarungu, yang kemudian akrab disapa “Teman Tuli”, tidak sedikit yang malu tampil di ruang publik karena permasalahan komunikasi. Seperti yang telah kita ketahui, komunikasi mempunyai lima unsur utama, yakni komunikator (pengirim pesan), komunikan (penerima pesan), pesan, media komunikasi, dan umpan balik (Pakarkomunikasi.com, 2022). Mari kita sejenak membayangkan bagaimana kiranya seorang Teman Tuli berkomunikasi dengan Teman Dengar, yaitu orang yang dapat mendengar dengan normal (Kompasiana.com, 2018). Ada sebuah kesenjangan jika kita lihat dari unsur media komunikasi yang dalam hal ini adalah bahasa dan umpan balik. Teman Tuli akan menggunakan bahasa isyarat (nonverbal) sebagai media komunikasinya, sedangkan Teman Dengar akan menggunakan bahasa verbal. Oleh karena itu, pesan yang merupakan unsur ketiga tidak dapat terpenuhi karena pesan tidak tersampaikan dengan baik. Begitu pula dengan umpan balik. Bagaimana komunikator dapat memberikan umpan balik, sedangkan pesan yang disampaikan tidak dapat dimengerti oleh komunikan?
Masalah komunikasi inilah yang kemudian berimplikasi terhadap rasa percaya diri Teman Tuli untuk tampil di depan publik. Tidak jarang mereka sulit mendapatkan akses yang sama seperti yang lain, termasuk dalam hal pelayanan publik. Maka dari itu, bahasa isyarat hadir sebagai sebuah solusi terjalinnya komunikasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah melakukan upaya dalam menggaungkan bahasa isyarat, baik melalui seminar, perlombaan, dan berbagai macam kegiatan. Namun, tugas menggaungkan bahasa isyarat tidak serta merta menjadi tugas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa semata, melainkan tugas semua pihak, terlebih lagi generasi muda. Ya, lagi-lagi generasi muda. Generasi muda diproyeksikan mampu menjadi tonggak dari sebuah ikhtiar perjalanan hidup berbangsa dan bernegara. Tidak heran jika kemudian Soekarno pernah berkata “Beri aku 10 pemuda, niscaya kuguncangkan dunia”.
Seperti halnya tunas yang memerlukan lingkungan yang sehat untuk bertumbuh, tunas bangsa ini memerlukan lingkungan yang sehat pula untuk bertumbuh dan berkembang. Optimisme pada tunas bangsa akan bertumbuh subur apabila lingkungan tumbuhnya meneladankan optimisme. Sebaliknya, optimisme itu akan sulit bertumbuh kalau berkembang pada lingkungan tumbuh yang kurang sehat.
Selain upaya di atas, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memberikan kesempatan kepada Duta Bahasa sebagai representasi generasi muda untuk mengatasi masalah tersebut melalui Krida Karya Duta Bahasa. Program krida Duta Bahasa yang diterjemahkan sebagai kegiatan kebahasaan dan/atau kesastraan yang digagas dan dilaksanakan oleh Duta Bahasa dapat meningkatkan sikap positif masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Atas keresahan dan permasalahan tadi, hati kami tergugah untuk menginisiasi krida “Merangkul Bahasa”, yakni sebuah komunitas nonprofit yang bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap keberadaan Teman Tuli melalui bahasa isyarat.
Melalui krida Duta Bahasa tersebut, Duta Bahasa memegang peran krusial dalam mengembangkan dan membina bahasa. Abdi bahasa, jaga bahasa, dan niaga bahasa sudah menjadi makanan sehari-hari Duta Bahasa. Melalui peran abdi bahasa, kami berikhtiar dalam mengembangkan dan meningkatkan bahasa isyarat melalui program Sora Menyapa, yakni menyosialisasikan Merangkul Bahasa kepada khalayak luas yang dilaksanakan pada hari bebas kendaraan bermotor setiap dua pekan sekali. Kegiatan tersebut berupa mempelajari bahasa isyarat bersama Teman Tuli dari Difabis (sebuah komunitas di bawah binaan Badan Amal dan Zakat Nasional), membagikan stiker lucu berbahasa isyarat, serta memberikan edukasi terkait bahasa isyarat.
Melalui peran jaga bahasa, kami mengampanyekan bahasa isyarat dengan program Sora Bersua, yakni mengampanyekan bahasa isyarat ke instansi pemerintah dan satuan pendidikan. Dengan mengampanyekan bahasa isyarat di instansi pemerintah, kami berharap Aparatur Sipil Negara sebagai pelayan publik dapat memberikan pelayanan yang sama kepada Teman Tuli sehingga instansi tersebut menjadi instansi yang ramah tuli. Sementara itu, mengampanyekan bahasa isyarat di institusi pendidikan berguna untuk memberi pengertian dan pemahaman kepada generasi muda agar berperan dan mengambil bagian dalam bahasa isyarat. Melalui peran niaga bahasa, kami menyelenggarakan kegiatan edukasi kebahasaan, yakni melalui kelas bahasa isyarat yang diampu langsung oleh Teman Tuli. Selain itu, kami membuat konten edukasi melalui media sosial Instagram. Harapan kami, Teman Dengar tidak sekadar menyadari keberadaan Teman Tuli, melainkan dapat berkomunikasi secara langsung dan membantu Teman Tuli mendapatkan hak yang sama dengan yang lain.
Mengemban tugas sebagai agen peningkatan bahasa isyarat rasanya cukup berat untuk diemban sendiri. Kami menggandeng dan berkolaborasi dengan berbagai instansi pemerintah, institusi pendidikan, dan komunitas. Kami bekerja sama dengan Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) sebagai penasihat, KPP Pratama Kotamobagu sebagai mitra dalam mewujudkan pelayanan publik ramah tuli, SMP Negeri 2 Kotamobagu, SMK Negeri 2 Kotamobagu, dan MAN 1 Kotamobagu sebagai mitra dalam menggaungkan literasi bahasa isyarat, Kafe Difabis (komunitas tuli di bawah binaan Badan Amal dan Zakat Nasional) sebagai rekan dalam mengedukasi bahasa isyarat, dan Si Unyu Comic sebagai rekan dalam menggencarkan konten bahasa isyarat melalui media sosial.
Dari beberapa program yang telah kami jalankan, ternyata disambut dan direspons secara positif oleh masyarakat. Terhitung hingga tulisan ini dibuat, akun resmi Instagram Merangkul Bahasa telah mengantongi 542 pengikut dan telah menjangkau lebih dari 9,2 ribu akun. Selain itu, pendaftar kelas bahasa isyarat mencapai 120 orang.
Berbagai kegiatan yang kami upayakan bukan hanya untuk kepentingan perorangan atau segelintir kelompok. Indonesia Inklusi adalah semangat yang membersamai cita-cita kami. Hal tersebut sejalan dengan program pemerintah dalam mengimplementasikan sila ke-5 Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pemerintah berkomitmen dalam mewujudkan inklusivitas (kesetaraan) bagi penyandang disabilitas dengan berbagai kebijakan yang telah dibuat agar penyandang disabilitas dapat menjalani kehidupan layaknya orang normal serta mendapatkan perlindungan dan pemenuhan atas haknya.
Melalui krida Duta Bahasa Merangkul Bahasa, kami berharap dapat menjadi jembatan bagi Teman Dengar dan Teman Tuli untuk saling mengisi, selayaknya pepatah “semua adalah guru, semua adalah murid”. Kami juga berharap Merangkul Bahasa dapat menjadi awal titik terang peran generasi muda dalam upaya menginklusikan Indonesia. Pada akhirnya, kami berharap tidak ada lagi jurang pemisah antara Teman Dengar dan Teman Tuli, tidak ada lagi narasi bahwa Teman Tuli tidak percaya diri tampil di depan publik, serta tidak ada lagi masalah perbedaan hak dan kedudukan antara Teman Tuli dan Teman Dengar.
Besar harapan kami untuk dapat terus melangkah menuju Indonesia Inklusi dengan merangkul orang sebanyak-banyaknya untuk berperan dan ambil bagian dalam bahasa isyarat. Kami percaya bahwa bahasa bukan hanya milik mereka yang bisa mendengarkan dan berbicara, tetapi bahasa milik kita semua. Mimpi kami tak usai di sini, mimpi kami akan terus mengiringi hingga Indonesia inklusi dan dunia tak lagi sunyi. Salam literasi.
Daftar Pustaka
Kompasiana.com. 2018. “Teman Dengar dan Teman Tuli”. Diakses pada 19 Oktober 2022, dari https://www.kompasiana.com/nissaull/5ad3036416835f6b8d581412/teman-dengar-dan-teman-tuli
Liputan6.com. 2020. “Jumlah Penyandang Disabilitas di Indonesia Menurut Kementerian Sosial”. Diakses pada 19 Oktober 2022, dari https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4351496/jumlah-penyandang-disabilitas-di-indonesia-menurut-kementerian-sosial
Pakarkomunikasi.com. 2022. “5 Unsur Komunikasi dan Penjelasan Lengkap”. Diakses pada 18 Oktober 2022, dari https://pakarkomunikasi.com/5-unsur-komunikasi
Who.int. 2021. “Deafness and Hearing Loss”. Diakses pada 19 Oktober 2022, dari https://www.who.int/health-topics/hearing-loss#tab=tab_1
0 Comments