Info untuk #SahabatBahasa dan #SahabatDikbud. Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara mengadakan rapat pembahasan tulisan cerita anak yang dihasilkan oleh para peserta Pelatihan Penulisan Cerita Anak di Kota Bitung dan Tomohon. Sebanyak 30 naskah cerita diseleksi menjadi tiga naskah terbaik untuk dibacakan pada peringatan Hari Anak Nasional Provinsi Sulawesi Utara, pada tanggal 23 Juli 2022.
Kontribusi Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara dalam kegiatan yang digagas oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini merupakan bentuk kerja sama untuk mengembangkan kemampuan literasi anak sekaligus menghadirkan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Pada tanggal 23–25 Mei 2022 Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan Pemberdayaan Komunitas Penggerak Literasi Penulisan Cerita Anak Bahasa Melayu Manado di Kota Tomohon. Kegiatan ini dihadiri oleh guru-guru dan pembina-pembina yang ada dalam komunitas literasi di Kota Tomohon. Jumlah peserta dalam kegiatan ini sebanyak 50 orang.
Kegiatan ini dimulai dengan doa dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selanjutnya dibuka dengan sambutan dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tomohon Dr. Juliana D. Karwur, M.Kes., M.Si. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara Yunita K.K. Dien, S.S., M.Pd.
Adapun narasumber dalam kegiatan ini adalah dr. Kartika Devi Tanos, MARS, Putra Kamajaya, S.Sn., dan Rikson Childwan Karundeng. Materi-materi yang disampaikan selama 3 hari dalam kegiatan ini antara lain Seputar Literasi di Sulawesi Utara, Proses Penulisan Buku Cerita Anak dalam Bahasa Melayu Manado, dan Perjenjangan Buku Nonteks. Penyampaian materi dilakukan dengan sesi pemaparan materi dan sesi tanya jawab.
Dalam akhir kegiatan seluruh hasil karya penulisan dari peserta dikumpulkan untuk dijadikan bahan dalam penyusunan buku cerita anak bahasa Melayu Manado. Selanjutnya kegiatan ditutup dengan sambutan dari Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Manado. Kegiatan ini mendapatkan antusias yang baik dari para peserta. Diharapkan kegiatan seperti ini dapat dilakukan kembali.
Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan Pemberdayaan Komunitas Penggerak Komunitas Literasi Penulisan Cerita Anak Bahasa Daerah di Kota Bitung (17/3/2022) Kegiatan yang dilaksanakan selama 3 hari ini dihadiri oleh 50 orang oeserta dari berbagai komunitas penggerak literasi yang ada di Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung. Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Dinas Perpustakaan Kota Bitung pun turut hadir dalam kegiatan ini untuk memberikan sambutan pembukaan kegiatan dan penutupan kegiatan.
Narasumber dalam kegiatan ini adalah Freddy Wowor, S.S., Putra Kamajaya, S.Sn., Faradila Bachmid. Ketiganya merupakan sastrawan yang ada di Sulawesi Utara. Adapun materi-materi yang dipaparkan adalah materi terkait penulisan buku cerita anak dalam bahasa daerah.
Kegiatan ini mendapatkan antusias yang baik dari para peserta. Diharapkan melalui kegiatan ini, penyusunan buku cerita anak bahasa daerah dapat terselesaikan bahkan dapat menumbuhkan bibit-bibit penulis cerita anak dalam rangka pengembangan literasi di daerah Sulawesi Utara.
Si Cantik Pingkan diceritakan kembali oleh Fredy Sreudeman Wowor
Suatu ketika di tanah Malesung, di wanua Mandolang hiduplah seorang gadis yang terkenal dengan kecantikannya. Gadis ini bernama Pingkan. Dia dibesarkan oleh orang tuanya serta dididik oleh neneknya yang merupakan seorang walian.
Pada
suatu pagi di tepi pantai, Pingkan menolong seorang lelaki muda yang terdampar
dari lautan. Lelaki itu bernama Matindas. Matindas adalah seorang yang mendapat
tugas dari para pemimpin di Kemah untuk menyelidiki kegiatan kapal-kapal
perompak yang selalu mengancam kehidupan orang-orang tanah Malesung.
Pertemuan
itu menjalin Pingkan dan Matindas dalam ikatan cinta abadi. Namun, kebahagiaan mereka terancam ketika para mata-mata
yang sedang memburu Matindas tiba di kampung mereka. Seiring dengan hal itu, di antara para perompak berhembus kabar tentang
adanya seorang perempuan cantik yang tinggal di sebuah kampung di tepi pantai
tersebut.
Untuk
menghindari ancaman para perompak ini, Pingkan dan Matindas melarikan diri
menuju ke Kemah. Perjalanan ke Kemah ini sangat sulit karena mereka harus
menghindari kejaran pasukan pemburu yang dikirimkan oleh raja perompak. Mereka
akhirnya sampai di Kemah dengan
selamat. Mereka segera memberitahukan
perkembangan situasi tersebut kepada para pemimpin di Kemah.
Pingkan dan Matindas kemudian menetap di satu perbukitan di Kemah. Meskipun dalam perlindungan para pemimpin dan rakyat Kemah, tetapi tempat tinggal mereka dapat di ketahui oleh para perompak yang datang bersama rajanya. Perang siasat pun terjadi. Pertempuran itu tak terelakkan dan berakhir dengan tewasnya sang raja perompak.
LINGKANBENE DEWI PADI Diceritakan kembali oleh Merdeka Gedoan
Buku ini merupakan salah satu
versi cerita rakyat Lingkanbene Dewi Padi, dikembangkan dengan titik tolak pada
mitos sakti seorang tokoh pemberani bernama Tumideng. Ia pergi ke kayangan
untuk mencari sumber penghidupan guna mengatasi krisis yang dialami oleh
penduduk di kawasan Wale Posan dan Telaga Seper akibat musim panas yang
berkepanjangan.
Tumideng
meyakini bahwa bumi dan kayangan boleh terpisah, tetapi kehidupan di bumi dan
di kayangan harus tetap berpadu. Berkat kehidupan adalah anugerah Dewata yang
harus diterima dan dirasakan secara adil. Atas keyakinan itulah Tumideng nekat
pergi ke kayangan dengan harapan akan mendapatkan sumber penghidupan untuk
mengatasi krisis. Namun, sesampai di sana ia tidak diterima oleh dewi-dewi
kayangan, malah dikejar dan diusir paksa. Saat ingin meloloskan diri itulah ia
menginjak-injak hamparan tanaman yang ada di kayangan.
Sekembalinya
dari kayangan terselip benda aneh di sela-sela garis telapak kakinya. Benda itu
kemudian ia kubur dalam tanah. Ternyata, benda itu adalah butir padi yang
kemudian tumbuh menjadi tanaman bahan makanan.
Para dewi
melihat tanaman padi tumbuh di bumi. Mereka bermaksud mengambilnya kembali.
Mendengar hal itu, Tumideng pergi lagi ke kayangan dengan maksud bermohon
kepada para dewi agar tanaman padi itu tetap tumbuh di bumi. Ketika Tumideng
menaiki tangga menuju ke kayangan, tiba-tiba ia diserang oleh dewi-dewi
sehingga jatuh ke bumi dan mati.
Melihat
peristiwa yang menyedihkan itu, Lingkanbene, pemimpin dewi-dewi kayangan merasa
iba lalu berseru,
“Wahai penduduk Wale Posan dan Telaga Seper, kami dewi-dewi kayangan telah sepakat untuk menganugerahkan kepada kalian tanaman padi itu dengan syarat. Syaratnya adalah asalkan kalian bersedia menaati perintah kami. Padi itu adalah makanan. Janganlah kalian saling memakan satu sama lain hanya karena makanan!”