Buku Di Sini Rinduku Tuntas, Antologi Cerita Pendek Bengkel Sastra 2019 merupakan buku yang berisi cerita-cerita pendek karya dari para guru dan para siswa peserta Bengkel Sastra Penulisan Kreatif Tahun 2019. Mereka dilatih oleh Yanusa Nugroho, seorang sastrawan nasional, cerpenis dengan banyak karya dan penghargaan. Ia didampingi oleh sastrawan daerah yang juga mumpuni, yakni Hamri Manoppo, Fredy Sreudeman Wowor, dan Jenry Koraag, serta pegawai Balai Bahasa Sulawesi Utara, yakni Oldrie Catherina Sorey, Nurul Qomariah, dan Jeannie Lesawengan.
Si Cantik Pingkan diceritakan kembali oleh Fredy Sreudeman Wowor
Suatu ketika di tanah Malesung, di wanua Mandolang hiduplah seorang gadis yang terkenal dengan kecantikannya. Gadis ini bernama Pingkan. Dia dibesarkan oleh orang tuanya serta dididik oleh neneknya yang merupakan seorang walian.
Pada
suatu pagi di tepi pantai, Pingkan menolong seorang lelaki muda yang terdampar
dari lautan. Lelaki itu bernama Matindas. Matindas adalah seorang yang mendapat
tugas dari para pemimpin di Kemah untuk menyelidiki kegiatan kapal-kapal
perompak yang selalu mengancam kehidupan orang-orang tanah Malesung.
Pertemuan
itu menjalin Pingkan dan Matindas dalam ikatan cinta abadi. Namun, kebahagiaan mereka terancam ketika para mata-mata
yang sedang memburu Matindas tiba di kampung mereka. Seiring dengan hal itu, di antara para perompak berhembus kabar tentang
adanya seorang perempuan cantik yang tinggal di sebuah kampung di tepi pantai
tersebut.
Untuk
menghindari ancaman para perompak ini, Pingkan dan Matindas melarikan diri
menuju ke Kemah. Perjalanan ke Kemah ini sangat sulit karena mereka harus
menghindari kejaran pasukan pemburu yang dikirimkan oleh raja perompak. Mereka
akhirnya sampai di Kemah dengan
selamat. Mereka segera memberitahukan
perkembangan situasi tersebut kepada para pemimpin di Kemah.
Pingkan dan Matindas kemudian menetap di satu perbukitan di Kemah. Meskipun dalam perlindungan para pemimpin dan rakyat Kemah, tetapi tempat tinggal mereka dapat di ketahui oleh para perompak yang datang bersama rajanya. Perang siasat pun terjadi. Pertempuran itu tak terelakkan dan berakhir dengan tewasnya sang raja perompak.
LINGKANBENE DEWI PADI Diceritakan kembali oleh Merdeka Gedoan
Buku ini merupakan salah satu
versi cerita rakyat Lingkanbene Dewi Padi, dikembangkan dengan titik tolak pada
mitos sakti seorang tokoh pemberani bernama Tumideng. Ia pergi ke kayangan
untuk mencari sumber penghidupan guna mengatasi krisis yang dialami oleh
penduduk di kawasan Wale Posan dan Telaga Seper akibat musim panas yang
berkepanjangan.
Tumideng
meyakini bahwa bumi dan kayangan boleh terpisah, tetapi kehidupan di bumi dan
di kayangan harus tetap berpadu. Berkat kehidupan adalah anugerah Dewata yang
harus diterima dan dirasakan secara adil. Atas keyakinan itulah Tumideng nekat
pergi ke kayangan dengan harapan akan mendapatkan sumber penghidupan untuk
mengatasi krisis. Namun, sesampai di sana ia tidak diterima oleh dewi-dewi
kayangan, malah dikejar dan diusir paksa. Saat ingin meloloskan diri itulah ia
menginjak-injak hamparan tanaman yang ada di kayangan.
Sekembalinya
dari kayangan terselip benda aneh di sela-sela garis telapak kakinya. Benda itu
kemudian ia kubur dalam tanah. Ternyata, benda itu adalah butir padi yang
kemudian tumbuh menjadi tanaman bahan makanan.
Para dewi
melihat tanaman padi tumbuh di bumi. Mereka bermaksud mengambilnya kembali.
Mendengar hal itu, Tumideng pergi lagi ke kayangan dengan maksud bermohon
kepada para dewi agar tanaman padi itu tetap tumbuh di bumi. Ketika Tumideng
menaiki tangga menuju ke kayangan, tiba-tiba ia diserang oleh dewi-dewi
sehingga jatuh ke bumi dan mati.
Melihat
peristiwa yang menyedihkan itu, Lingkanbene, pemimpin dewi-dewi kayangan merasa
iba lalu berseru,
“Wahai penduduk Wale Posan dan Telaga Seper, kami dewi-dewi kayangan telah sepakat untuk menganugerahkan kepada kalian tanaman padi itu dengan syarat. Syaratnya adalah asalkan kalian bersedia menaati perintah kami. Padi itu adalah makanan. Janganlah kalian saling memakan satu sama lain hanya karena makanan!”